Selasa, 24 Januari 2012

IBU adalah Jiwaku

Untuk Sang Pemilik Mata Yang Berbinar Untukku
Oleh Dadan Adi K


“Anakku tercinta,…hati dan pikiran ibu selalu bersamamu…maafkan kedatangan ibu ke rumahmu dan telah membuat  ketakutan anak-anakmu.”
L
aki-laki itui tertegun setelah membaca  sepucuk surat ini. Pikirannya melayang, menghampiri kenangan yang telah dialaminya. Ia teringat saat anak-anaknya ketakutan dan mengadu kepadanya karena saat itu di rumahnya kedatangan tamu yang hanya memiliki satu mata saja. Kemudian ingatannya mengembara lebih jauh lagi, kembali ke masa kecilnya. Ia terkenang saat teman-teman SD-nyabmengejek, “huuuu….ibumu anya mempunyai satu mata!”. Karena ejekan itu ia menjadi malu , sangat malu, bahkan ia pernah menyatakan kekesalannya pada Ibunya, “ Ibu, Ibu hanya membuat diriku menjadi bahan tertawaan teman-temanku sja, aku sangat malu, ibu!!!”. Dengan nada yang keras ia mengucapkan ini. Saat itu, sang Ibunya hanya diam saja, tidak menjawab. Perjalanan waktu menghantarkan laki-laki tadi menuju kesuksesan, dengan tetap membawa rasa malu karena mempunyai ibu yang hanya memiliki satu mata, ia pergi ke kota, bekerja keras, bisa menikah, berkeluarga dan mempunyai beberapa anak. Suatu saat, ia mendspatkan undangan resmi reuni  SD. Ia ingin sekali mendstsnginys. Entah kenapa, sebelum dating ke reuni, ia memutuskan untuk menengok rumahnya yang dulu, yang sudah sangat lama ia tinggalkan. Ternyata rumah itu kosong, tiada siapapun disana. Laki-laki tadi tidak merasakan sesuatu yang aneh, ia bahkan tidak merasakn kehilangan apapun hingga ada tetangganya yang dulu menghampiri sambil memberikan kepadanya sepucuk surat yang bertuliskan,
“Anakku tercinta,…hati dan pikiran ibu selalu bersamamu…maafkan kedatangan ibu ke rumahmu dan telah membuat anak-anakmu takut. Ibu sangat gembira saat mendengar kamu akan dating ke acara reuni. Tapi mungkin ibu tidak bisa menemuimu karena untuk bangun dari tempat tidurpun ibu tak mampu. Maafkan jika sepanjang hidup ibu telah berulang kali membuatmu malu.
Tahukah kamu….ketika kamu masih kecil, kau mengalami sebuah kecelakaan dan kehilangan sebelah mata. Sebagai seorang ibu, aku tak bisa melihatmu tumbuh dengan satu mata. Oleh karena itu, kuberikan satu mataku untukmu….aku sangat bahagia dan bangga putraku bisa melihat seisi dunia dengan mataku…teriring cinta ….Ibumu….”

Hatinya menggelegar, perasaannya mengharu biru dan membuatnya tidak kuasa berdiri lagi, lututnya tertekuk, bahunya bergetar. Embun itupun menetes  dari matanya, menetes dari mata yang bukan miliknya, dari mata seseorang yang telah merelakan untuk kehilangan sebelah matanya demi  kebahagiaan sang anak agar tetap bisa berbinar dengan kedua matanya…Untuk sang pemilik mata yang berbinar untukku.
                                              
Binar mata itu selalu terkenang, ketika dulu engkau memeluk diriku, menatapku begitu dalam dengan mata yang berbinar, indah, meneduhkan. Kemudian engkau kecup keningku, dan mengatakan,  “ Alhamdulillah Nak, tetap belajar yang rajin ya….!” Engkau mengatakan itu sambil memberikan senyuman khas dari dirimu. Entah kenapa  saat itu kedamaian meresap di hatiku. Belaian lembutmupun baru kurasakan indahnya saat ini. Saat aku merindukan untuk merebahkan kepala di pangkuanmu. Tanpa kuminta, engkau membelai lembut kepalaku. Dan saat itu, kadang aku melihat mulutmu seperti mengatakan sesuatu. Dan baru kusadari bahwa saat itu engkau ternyata sedang mendoakan diriku. Di setiap binar indah mata, hangatnya pelukan, damainya senyuman, lembutnya belaian yang engkau berikan untuk diriku senantiasa teriring doa untuk kebahagiaanku.
Untuk sang pemilik mata yang berbinar untukku,
Karena doamu pula, saat ini aku semakin paham tentang ajaran agamaku, tenang indahnya Islam ini.
“ Dan Kami perintahkan kepada manusioa (berbuat baik) kepada kedua orang Ibu-Bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertyambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepaKulah kembalimu”. ( Luqman:14)
Dari ayat ini semakin kuketahui betama mulianya dirimu. Berbuat baik, berbakti kepada dirimu adalah bagian dari taatnya diriku terhadap perintah Tuhanku.
Sayangnya diriku kepadamu, akan bisa membuat Tuhanku juga saying kepadaku.
 Marah dan bencinya diriku kepadamu, akan membuat Tuhanku pun marah dan benci kepadaku.
 
Di usiaku saat ini, rasa cinta itu memang bergejolak. Aku begitu ingin menguangkapkannya keseseorang yang kukagumi. Sangat-sangat ingin aku mengungkapkan sayangku untuknya. Tapi alangkah durhakanya  diriku , sungguh bodohnya diriku ketika ternyataaku telah mengungkapkan cinta dan syangku ke orang yang kukagumi itu dan aku belum belum pernah mengatakan cinta dan sayangku untukmu, Ibu. Ternyata, stelah puluhan tahun aku hidup di dunia ini , yang engkau pun menjadi salah satu sebab aku bisa bertahan hidup hinga saat ini, aku belum belum pernah mengungkapkan cinta dan sayangku untukmu. Maafkan aku, Ibu dan sekarang terimalah ungkapan cinta dan sayangku ini….
Aku saying Ibuuuuuuuuuuuu…………….

Sahabat, jikalau diriku boleh memintamu, maka aku minta, engkau sekarang juga ungkapkanlah rasa cinta dan sayangmu untuk Ibu, sebelumn semuanya terlambat, sebelum semuanya berakhir, sebelum senyum damai itu tak bisa lagi kita rasaakan, sebelum pelukan hangat itu tidak bisa kita rasakan lagi, sebelum binary mata itu tidak terpancarkan lagi. Ungkapkan, katakana, rasa cinta dan sayangmu untuk Ibu……

Sahabat, memang sudah sifatnya, yang masih muda belia akan memandang orang yang lebih tua berpikiran kuno, koloy, ketinggalan jaman dan lain-lain. Dan akhirnya akan memandang orang yang lebih tua dengan sebelah mata.

Untuk sang pemilik mata yang berbinar Untukku,
Terhadapmu kadang aku pernah  berfikir, seperti itu. Tapi, sekarang ini ketika kucoba menghadirkan bayang wajahmu sudah banyak kerutan yang muncul disana, tidak Nampak lagi rona kesegaran, tapi  tetap bisa kurasakan kedamaian. Semoga Allah mengizinkan diriku untuk tetap menemanimu di saat engkau telah berusia lanjut, yang mungkin saat usia itu, engkau akan bertingkah laku seperti diriku masih kecil. Terbayang , diriku dulu yang kemana-mana harus engkau antarkan, dengan lembut engkau tuntun diriku. Ketika aku baru belajar berjalan, dengan senyuman engkau terus memberiku semangat untuk bisa berjalan menuju dirimu. “ Ayo Nak, jalan terus Nak, sini…sini…kejar Ibu, engkau Pasti Bisa!!!”.
Betapa seringnya aku dulu membuang kotoran di pangkuanmu, tapi dahsyatmu dirimu, engkau tidak pernah membentakku saat itu, engkau tidak pernah marah sama sekali. Justru engkau tersenyum dan dengan mata berbinar, dengan penuh sabar merawatku. Semoga suatu saat nanti, aku bisa sesabar dirimu, aku bisa dengan lembut menuntunmu, dengan sabar merawatmu dan itupun tidak akan pernah sanggup membalas kelembutan dan kesabaran darimu…Ibu.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkan : “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Isra’:24)


Untuk pemilik mata yang berbinar untukku,
Teringat jelas, dikala itu engkau benar-benar  merendahkan dirimu di hadapanku. Engkau menundukkan diriku di kursi, kemudian engkau berlutut di depanku dan memakaikan sepatu. Setelah itu, engkau merapikan dasi merahku, kemudian dengan lembut tanganmu menyentuh pipiku…
Engkau berucap, “brlajar yang rajin ya Nak…”…sungguh kenangan yang indah darimu, sanggupkah kelak aku berlutut di hadapanmu, mungkin untuk sekedar membasuh kakimu? Sanggupkahku untuk terus menundukkan diriku untuk mengecup tanganmu yang tidak lagi halus itu?
Untuk sang pemilik mata yang berbinar untukku,
Malam itu, kulihat secercah cahaya. Dengan kain putih itu, engkau tertunduk, bersujud begitu lama. Sejenak kemudian, engkau menengadahkan tangan, kulihat begitu khusyuk. Itulah yang saat ini belum sanggup kulakukan.
Malam-malaamku kuhabiskan untuk tertidur pulas . sujudku pun hanya sejenak-sejenak. Doaku pun hanya sebaris-sebaris. Aku yakin, dalam doamu pasti tersebut namaku, bahkan sangat mungkin, doamu untukku jauh lebih banyak dari pada doaku untuk diriku sendiri. Astagfirullahal’adzim…
Untuk sang pemilik mata yang berbinar untukku,
Kini aku ingin berbuat terbaik sebagai wujud baktiku kepadamu, sekarang juga! Semoga aku bisa berkata selembut perkataanmu kepadaku. Semoga aku bisa bertindak, berperilaku semenyenangkan dirimu. Semoga aku bisa patuh dan taat kepadamu, seperti patuhnya engkau saat aku meminta ini dan itu kepadamu. Dan semoga, aku pun tetap bisa berbuat yang terbaik ketika  allah menhendaki engkau kembali kepada-Nya. Akan tetap kukenang damai senyummu, hangat pelukmu, binar indah matamu serta setiap baris doa dan nasehatmu untukku.

Bagi dirimu, sahabatku……
Aku yakin engkau juga memiliki sosok yang matanya selalu berbinar indah itu. Maka sejenak, pejamkan matamu, atur nafasmu, perlahan…hadirkan …bayangkan dia di dekatmu saat ini. Lengkap dengan senyum damainya  dan binar indah matanya. Perhatikan setiap kerut di wajah ibu…
Yakinlah, disetiap kerut itu mewakili kesabaran, keteguhan, cinta dan kasih sayangnya untukmu. Dan katakan, Aku Sayang Ibu……

Lalu berdoalah kepada Allah,
“ Ya Allah, kasihilah Ibuku dan Ayahku, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil, berkahilah hidup mereka dan izinkan aku untuk kembali bertemu dengan ayah ibuku, kelak di Surga-Mu”.



                                                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar